Friday, January 2, 2015
6
Desember 2014
Bersimpuh padaNya. (calon bupati Kerinci)
Dingin masih
menyelimuti, namun melanjutkan tidur dan melewatkan golden sunrise yang kami
tunggu-tunggu bukanlah sebuah pilihan terbaik. Pukul tiga pagi, kami sudah
dibangunka oleh Pak Hatrodi untuk bersiap-siap memulai kembali perjalanan pagi
hari. Dingin ini sungguh menusuk pori-pori terdalam, membuatku menggigil di
dalam bak mobil pick up tanpa atap yang melaju kencang.
Tujuan
pertama kami pagi ini adalah puncak Bukit Sikunir. Yang merupakan salah satu
objek wisata favorit wisatawan jika berkunjung ke Dieng. Dibutuhkan waktu 30
menit hingga sampai di gerbang masuk desa, atau sekitar 7 kilometer dari pusat
wisata Dieng. Jalanan sudah cukup bagus dengan aspal namun di beberapa bagian
masih terdapat beberapa lubang yang menganga di tengah jalan raya ini. Akan
tetapi masih cukup nyaman untuk dilalui kendaraan terutama mobil yang sedang
kami tumpangi ini.
Bukit Sikunir lebih
dipilih oleh banyak wisatawan untuk melihat sunrise karena tidak perlu waktu
hingga tiga jam seperti halnya mencapai puncak Prau, cukup berjalan melewati
anak tangga mengitari punggung bukit lebih kurang 15 menit maka sudah sampai di
puncak Sikunir. Saat mendekati puncak
bukit itu, aku terpana dengan warna langit yang sebelumnya gelap,
berlahan-lahan warna langit berubah menjadi terang, kemerahan dan kekuningan.
Tak lama kemudian diufuk timur, dengan malu-malu matahari mulai menampakkan
diri dengan menawannya, saat inilah momen yang dinanti-nantikan banyak
wisatawan baik domestik dan mancanegara.
Sesampainya di puncak
Sikunir, hanya beberapa orang saja yang terlihat sudah bersiap menunggu
kedatangan sinar matahari yang ditunggu-tunggu sehingga kami dengan bebeas bisa
bergerak ke berbagai tempat untuk mengabadikan moment. Namun semakin siang,
pengunjung yang datang semakin banyak sehingga memenuhi tempat ini. di puncak
ini juga telah disediakan toilet dan juga mushola dadakan yang dijaga oleh
seorang petugas. Cukup dengan 3000 rupiah maka petugas akan membentangkan tikar
dan sajadah untuk shalat pengunjung yang menunggu sunrise.
Waktu yang tepat untuk
menyaksikan golden sunrise ini adalah ketika musim kemarau antara Juli-Agustus
karena pada saat itulah langit akan terlihat jernih dan bersih. Asal usul nama
dari bukit tersebut di ambil dari kata Kunyit atau Kunir (Sejenis Tanaman
Rempah). Dikarenakan ketika pantulan sinar matahari yang muncul di atas bukit
membuat tempat di sekitarnya berubah seperti warna kunir ( kuning ).
Spontanitas Penduduk lokal pun menyebutnya Bukit Sikunir, nama bukit tersebut bagi
masyarakat sekitar sudah di berikan sejak dahulu.
Yang istimewa dari
bukit Sikunir ini adalah, ia terletak di Desa Sembungan yang merupakan desa
tertinggi di Pulau Jawa. Secara administratif Desa Sembungan masuk Kecamatan
Kejajar, kabupaten Wonosobo. Salah satu jalur termudah untuk menuju Desa
Sembungan melalui Dieng Plateau sekitar 30 menit perjalanan. Berada di
ketinggian lebih dari 2.100 meter di atas permukaan laut inilah yang membuat
desa ini dikenal sebagai desa tertinggi di Pulau Jawa.
Konon, menurut
penjelasan pak Hartadi, Desa Sembungan ini juga merupakan titik awal kehidupan
masyarakat Dataran Tinggi Dieng yang pertama kali dihuni, kemudian menyebar ke
daerah-daerah sekitar dan membantuk desa-desa baru yang bermekaran. Dari hasil
catatan tertulis diketahui bahwa pada awalnya terdapat 17 rumah pada tahun
1819, namun dengan perkembangan waktu sekarang sudah lebih dari 1.300 jiwa yang
menghuni Desa Sembungan. Jika beruntung, pada puncak musim kemarau sekitar
bulan Juli atau Agustus pengunjung bisa melihat pemandangan langka ketika berkunjung
ke desa ini. Lahan pertanian yang terhampar luas hijau di depan mata akan
berubah menjadi putih saat siang hari ketika matahari mulai naik ke
peraduannya. Suhu di desa ini bisa berada di bawah 00C sehingga
tanaman dan hasil perkebunan menjadi beku.
Ada
perasaan bahagia tersendiri ketika bisa sampai di desa tertinggi ini, ketika
melewati gerbang tadi, kami seolah dibuat takjub dengan geliat pariwisata Desa
Sembungan, keramahan warga desa dan kreatifitas masyarakatnya yang tinggi maka
tak heran jika desa ini memperoleh dua kali gelar desa tujuan wisata terfavorit
tingkat provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Disepanjang
perjalanan menuju puncak sikunir banyak sekali penjual pernak-pernik untuk
oleh-oleh maupun makanan ringan yang terbuat dari kentang.
Di Gerbang Masuk Desa Sembungan, Desa Tertinggi di Pulau Jawa
Penduduk
Desa Sembungan yang rata-rata memang berprofesi menjadi petani, menjadikan
semua hasil pertanian mereka bisa ikut dinikmati oleh pengunjung, terutama
kentang. Bau hangat dengan balutan aroma yang sangat khas tersaji ditengah periuk
yang sedang merebus kentang goreng kecil beserta kulitnya. Selain itu, juga
terdapat berbagai jenis sayuran serta carica yang menjadi jenis tanaman komoditas
utama desa ini.
Yang
membuatku betah berada di desa ini adalah keramahan penduduk dalam menyambut
tamu. Ketika sedang berada di jalan, maka jangan segan-segan untuk menyapa,
karena pasti penduduk pun akan balas menyapa disertai senyuman ramah keakraban.
Suasana kebersamaan dan keakaraban di antara penduduk pun sangat terasa, gotong
royong menjadi sebuah ritual wajib yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan
penduduk desa.
Selain
bukit Sikunir, di Desa Sembungan juga terdapat Telaga Cebong, yang terletak
persis di sebelah pintu masuk dan parkir menuju Bukit Sikunir. Selain digunakan
sebagai objek wisata, telaga ini juga dimanfaatkan masyarakat desa untuk
mengairi lahan-lahan pertanian mereka yang rata-rata berupa sayur mayor.
“Menariknya, di sekitar Telaga Cebong ini masih sering terdengar suara kokok
ayam hutan yang menandakan terbitnya matahari”, kata pak Hatrodi menjelaskan.
Hal ini tentu saja menjadi sebuah daya tarik sendiri bagi pengunjung.
Desa
Sembungan menurutku menjadi tempat yang sangat nyaman dijadikan sebagai tempat
peristirahatan, sebagai tempat untuk melepas penat dengan aktivitas kota, dan
tentu saja menjadi tempat yang sangat pas untuk aktualisasi diri, untuk lebih
mensyukuri nikmat dan karunia tuhan ditengah alam yang begitu indah, juga untuk
memperbaiki kualitas iman. Desa Sembungan adalah sebuah tempat idaman bagi
orang-orang yang sedang ingin melihat kebesaran tuhan.
*Bersambung