Saturday, July 26, 2014
Melanjutkan cerita perjalanan dari Gunung Raya kemarin.
Tak
jauh dari Masjid ini, kami segera menuju Batu Meriam Lempur Mudik yang terletak
di tengah persawahan di belakang permukiman penduduk. Jalan masuk berupa jalan
setapak kecil di depan mesjid kuno kemudian belok ke kanan, setelah melihat
area persawahan maka sudah terlihat area situs ini yang telah di beri pagar.
Keberadaan batu ini menjadi salah satu bukti peradaban sejarah nenek moyang
orang Kerinci, karena disekitar batu juga merupakan bekas permukiman tua dengan
ciri khas rumah berbentuk larik. Adanya batu meriam dan rumah kuno menunjukkan
perkembangan kehidupan nenek moyang terdahulu secara bertahap. Kondisi fisik
batu masih terawat dengan baik, hal ini dikarenakan dirawat dengan baik oleh
masyarakat sekitar.
Selain itu batu ini juga telah berada di bawah pengawasan langsung
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi. Batu yang menghadap ke arah
Bukit Tangis dan Gunung Raya ini dianggap sebagai tempat bersemayamnya arwah
para leluhur Lempur Mudik, hampir sama dengan batu-batu lain yang di temukan di
daerah Kerinci. Pada bagian pangkal batu
ini ditemukan sebuah gambar wajah mirip manusia yang berbentuk bujur telur
serta mengecil ke bagian bawahnya. Sedangkan pada bagian atas nya ditemukan
sebuah lubang pahatan berbentuk empat persegi panjang sedalam 20 cm dengan lebar
10 cm dan panjang 30 cm. Disisi lain batu terdapat sebuah gambar manusia dengan
posisi sedang mengangkang serta lukisan berbentuk huruf U yang tersambung
secara terbalik.
Setelah
puas berfoto, kami melanjutkan perjalanan terakhir menuju situs batu Kursi
Lempur Mudik. Batu kursi Saat ini berada dalam pekarangan rumah salah satu
warga Lempur Mudik dan telah mengalami pemindahan dari lokasi awal ditemukan
karena adanya pembukaan jalan. Letak batu ini berdekatan dengan Masjid Kuno
Lempur Mudik dan Batu Silindrik Lempur Mudik (Batu Meriam). Situs batu ini
menghadap ke arah Bukit Tangis dan Gunung Betuah. Bukit Tangis dan Gunung
Betuah dianggap sebagai tempat bersemayamnya arwah para leluhur. Kondisi fisik
batu ini masih terlihat baik karena dijaga oleh masyarakat sekitar, walaupun
tidak beri pagar seperti Batu Meriam. Batu ini terbuat dari batuan andesit dan
termasuk salah satu batu asli karena belum dibentuk oleh manusia, hal ini bisa
terlihat dari tidak adanya motif dan
ukiran pada batu. Terbuat dari sedimen batuan Trias (Tr) denga ukuran kurang lebih 136 cm, lebar 110
cm dan tinggi 90 cm. Batu ini berbentuk tingkat dua dan kelihatan hampir mirip
seperti kursi, maka dari itulah batu ini disebut batu kursi. Batu ini saat ini
menjadi salah satu saksi peradaban sejarah nenek moyang karena diduga telah ada
sejak zaman Neolitikum. Diduga, batu ini merupakan tempat meletakkan sesajian
untuk para arwah leluhur nenek moyang pada zaman prasejarah yang berfungsi
sebagai media untuk ibadah pemujaan arwah.
Disekitar
batu kursi dan masjid Kuno Lempur Mudik ini kami juga menjumpai bilik-bilik
padi kuno milik warga yang masih bertahan hingga saat ini. Dibeberapa daerah
lain di Kerinci sudah sangat sulit mencari bilik padi ini. Bilik padi ini
merupakan tempat meyimpan padi setelah panen. Arsitektur khasnya sangat
terlihat menggambarkan suasana desa di mesa lalu. Kecamatan Gunung Raya ini
cukup eksotik dan mempunyai aura tersendiri bagi saya, karena letaknya yang
cukup jauh dari pusat kota. Di balik perbukitan dan gunung yang seolah menjadi
penjaga batas alami agar karunia tuhan di lembah ini tetap terjaga dan dapat
dimanfaatkan untuk keberlangsungan anak cucu nanti.
Tak
jauh dari Masjid ini, kami segera menuju Batu Meriam Lempur Mudik yang terletak
di tengah persawahan di belakang permukiman penduduk. Jalan masuk berupa jalan
setapak kecil di depan mesjid kuno kemudian belok ke kanan, setelah melihat
area persawahan maka sudah terlihat area situs ini yang telah di beri pagar.
Keberadaan batu ini menjadi salah satu bukti peradaban sejarah nenek moyang
orang Kerinci, karena disekitar batu juga merupakan bekas permukiman tua dengan
ciri khas rumah berbentuk larik. Adanya batu meriam dan rumah kuno menunjukkan
perkembangan kehidupan nenek moyang terdahulu secara bertahap. Kondisi fisik
batu masih terawat dengan baik, hal ini dikarenakan dirawat dengan baik oleh
masyarakat sekitar. Selain itu batu ini juga telah berada di bawah pengawasan langsung
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi. Batu yang menghadap ke arah
Bukit Tangis dan Gunung Raya ini dianggap sebagai tempat bersemayamnya arwah
para leluhur Lempur Mudik, hampir sama dengan batu-batu lain yang di temukan di
daerah Kerinci. Pada bagian pangkal batu
ini ditemukan sebuah gambar wajah mirip manusia yang berbentuk bujur telur
serta mengecil ke bagian bawahnya. Sedangkan pada bagian atas nya ditemukan
sebuah lubang pahatan berbentuk empat persegi panjang sedalam 20 cm dengan lebar
10 cm dan panjang 30 cm. Disisi lain batu terdapat sebuah gambar manusia dengan
posisi sedang mengangkang serta lukisan berbentuk huruf U yang tersambung
secara terbalik.
Setelah
puas berfoto, kami melanjutkan perjalanan terakhir menuju situs batu Kursi
Lempur Mudik. Batu kursi Saat ini berada dalam pekarangan rumah salah satu
warga Lempur Mudik dan telah mengalami pemindahan dari lokasi awal ditemukan
karena adanya pembukaan jalan. Letak batu ini berdekatan dengan Masjid Kuno
Lempur Mudik dan Batu Silindrik Lempur Mudik (Batu Meriam). Situs batu ini
menghadap ke arah Bukit Tangis dan Gunung Betuah. Bukit Tangis dan Gunung
Betuah dianggap sebagai tempat bersemayamnya arwah para leluhur. Kondisi fisik
batu ini masih terlihat baik karena dijaga oleh masyarakat sekitar, walaupun
tidak beri pagar seperti Batu Meriam. Batu ini terbuat dari batuan andesit dan
termasuk salah satu batu asli karena belum dibentuk oleh manusia, hal ini bisa
terlihat dari tidak adanya motif dan
ukiran pada batu. Terbuat dari sedimen batuan Trias (Tr) denga ukuran kurang lebih 136 cm, lebar 110
cm dan tinggi 90 cm. Batu ini berbentuk tingkat dua dan kelihatan hampir mirip
seperti kursi, maka dari itulah batu ini disebut batu kursi. Batu ini saat ini
menjadi salah satu saksi peradaban sejarah nenek moyang karena diduga telah ada
sejak zaman Neolitikum. Diduga, batu ini merupakan tempat meletakkan sesajian
untuk para arwah leluhur nenek moyang pada zaman prasejarah yang berfungsi
sebagai media untuk ibadah pemujaan arwah.
Disekitar
batu kursi dan masjid Kuno Lempur Mudik ini kami juga menjumpai bilik-bilik
padi kuno milik warga yang masih bertahan hingga saat ini. Dibeberapa daerah
lain di Kerinci sudah sangat sulit mencari bilik padi ini. Bilik padi ini
merupakan tempat meyimpan padi setelah panen. Arsitektur khasnya sangat
terlihat menggambarkan suasana desa di mesa lalu. Kecamatan Gunung Raya ini
cukup eksotik dan mempunyai aura tersendiri bagi saya, karena letaknya yang
cukup jauh dari pusat kota. Di balik perbukitan dan gunung yang seolah menjadi
penjaga batas alami agar karunia tuhan di lembah ini tetap terjaga dan dapat
dimanfaatkan untuk keberlangsungan anak cucu nanti.