Thursday, July 24, 2014
Sejuknya
udara Sakti Alam Kerinci di pagi hari membuat saya betah berlama-lama berada
disini. Hamparan sawah yang menghijau dan melambai-lambai diterpa angin berpadu
dengan keasrian lembah Bukit Barisan yang membentang luas. Suasana khas
perdesaan yang masih sangat asri, tanpa deru motor, tanpa hingar bingar asap
pabrik di udara. Kehidupan mulai berjalan sebelum matahari yang gagah duduk di
kasta peraduannya, hanya siluet keemasan yang mulai nampak di ufuk timur
mengawali hari di tanah yang sering dijuluki orang sebagai sekepal tanah surga
yang tercampakkan ke Bumi. Dari jendela rumah tempat saya berdiam terlihat
beberapa ibu-ibu sudah siap dengan cangkul di tangan serta jangki di punggung
nya menyusuri jalan setapak menuju sawah, sementara bapak-bapak nampaknya sudah
terlebih dahulu sampai di sawah. Dari kejauhan terdengar suara anak-anak yang
sedang melafalkan ayat al-quran bergantian di masjid, tak mau kalah dengan
kesibukan orang tuanya di pagi hari. Pagi minggu seperti ini kehidupan desa
akan terasa ramai, karena dari setiap masjid anak-anak pengajian sedang
melakukan acara didikan subuh. Sebuah kegiatan rutin mengaji di pagi hari yang
sulit saya temui di perkotaan.
Saya
pun memulai aktivitas pagi ini dengan memanaskan mesin motor untuk bersiap
melakukan perjalanan menuju kawasan paling selatan di Kabupaten Kerinci yaitu
Kecamatan Gunung Raya. Kecamatan yang sebagian besar wilayahnya termasuk dalam
Taman Nasional Kerinci Seblat. Dari beberapa info yang saya dapatkan, kecamatan
ini mempunyai panorama alam yang sangat indah dengan berbagai danau khas yang
ada dan air terjun yang berada di tengah rimba. Selain itu kecamatan ini juga
mempunyai banyak sekali situs-situs prasejarah dari zaman mesolitikum hingga ke
zaman masuk nya Islam di Kerinci berupa bangunan masjid kuno yang saat ini
sudah termasuk kedalam pengawasan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
Jambi. Situs-situs ini menjadi bukti perkembangan peradaban nenek moyang orang
Kerinci zaman dahulu di daerah ini.
Saya
bergegas menjemput Yogi, teman SMP sekaligus rekan seperjalanan saya kali ini.
Rumahnya tidaklah terlalu jauh dari rumah saya, dan berada tepat di simpang empat
arah menuju Kota Sungai Penuh. Tujuan utama kami adalah Desa Lempur Tengah.
Dari Kota Sungai Penuh perjalanan menuju Desa Lempur Tengah ditempuh dengan
waktu satu jam 30 menit dengan mengendarai sepeda motor. Alternatif lain bisa
juga dengan menaiki angkot dari terminal Kota Sungai Penuh atau menunggu di
simpang Jujun tujuan Lempur. Akan tetapi lebih disarankan untuk menggunakan
sepeda motor agar lebih leluasa dalam melakukan perjalanan, karena angkot
sendiri jadwal keberangkatannya tidak pasti. Perjalanan menuju Desa Lempur
Tengah harus mengitari desa-desa di sekitar
Danau Kerinci. Hawa sejuk yang terlihat menjadikan setiap tempat rasanya
ingin berhenti untuk mengabadikan moment indah bentang lanskapnya. Dikiri jalan
terbentang sawah luas di bawah kaki perbukitan berbentuk terasering, sedangkan
di kanan jalan hamparan sawah menyatu dengan harmoni disebelah riak air Danau
Kerinci. Terlihat juga nelayan-nelayan kecil dengan perahu kayunya yang sedang
menjala ikan. Dari jalan raya ini saya penasaran dengan sebuah gundukan seperti
pulau dengan vegetasi sangat lebat dan terletak menjorok ke dalam Danau
Kerinci. Kata Yogi tempat itu bernama Koto Petai, mempunyai pasir yang cukup
indah serta cukup ramai dikunjungi oleh wisatawan. Rasa penasaran saya ini harus ditahan karena tidak
mungkin hari ini kami dapat menjelajahi semua tempat di Kerinci.
Sesampainya
di Simpang Jujun, kami berbelok ke arah kanan. Jika berjalan lurus maka akan
sampai di Sanggaran Agung. Jalanan yang cukup bagus dan sepi memudahkan motor
saya untuk meliuk-liuk menjadi raja jalanan sejenak. Sesampainya di Desa Lolo
Kecil, kemilau kayu manis terlihat kokoh di pinggir jalan. Saling bertindih
memamerkan pucuk nya yang berkilau memedar cahaya di atas ladang warga.
Kecamatan Gunung Raya ini dikenal sebagai salah satu pemasok kayu Manis
terbesar di Kerinci. Tidak banyak yang tahu bahwa Kerinci merupakan produsen
kulit kayu manis terbesar di dunia. Kulit kayu manis (Cassiavera) termasuk
kedalam jenis rempah-rempah yang beraroma manis dan pedas. Kulit kayu manis ini
adalah salah satu bumbu masakan tertua yang digunakan manusia. Di tepi jalan terlihat
beberapa warga sedang menjemur kulit kayu manis. Harum semerbak.
Tujuan
pertama kami adalah Masjid Kuno Lempur Tengah. Untuk mencapai masjid ini cukup
mudah, dari jalan raya lempur disebelah masjid raya lempur tengah terdapat
sebuah gang sekitar 100 meter dari jembatan disebelah kanan, kemudian lurus
hingga menemukan masjid ini dengan sebuah papan nama. Masjid ini terletak di
tengah permukiman masyarakat, dan disekitarnya terdapat beberapa rumah
berarsitektur tua zaman dahulu yang terbuat dari kayu masih berdiri tegak
disisi kanan dan kiri jalan. Masjid ini mempunyai atap berbentuk tumpang dua
yang ditopang oleh 12 tiang kayu berbentuk segi delapan yang merupakan khas
bentuk tiang rumah dan bangunan Kerinci zaman dahulu. Di bagian interior masjid
pada dinding terdapat pahatan dengan motif geometris dan flora dengan warna
dominan yaitu hijau, merah dan kuning. Menurut Pak Yanto salah seorang warga
yang kami temui di sekitar lokasi masjid mengatakan bahwa saat ini masjid Kuno
Lempur Tengah sudah tidak di fungsikan lagi sebagai tempat ibadah karena sudah
dibangun sebuah masjid yang cukup megah tepi jalan raya. Masjid yang dibangun
pada abad ke-19 ini saat ini hanya digunakan sebagai tempat pengajian anak-anak
setempat. Masjid Kuno ini menjadi salah satu saksi sejarah peradaban islam di
Lempur Tengah.
Sayangnya,
kami tidak bisa masuk ke dalam masjid karena juru pelihara masjd sedang tidak
berada di rumah. Kemudian kami pun menuju kampung sebelah Lempur Mudik yang
hanya dipisahkan oleh jalan raya. Setelah bertanya kepada beberapa warga
sekitar. Kami akhirnya sampai di Masjid Kuno Lempur Mudik. Masjid yang sudah
direnovasi pada bagian atapnya ini mempunyai arsitektur hampir sama dengan
arsitektur masjid Kuno Lempur Tengah dengan arsitektur bangunan termasuk kategori
rumah panggung dengan lantai terbuat dari papan kayu yang bagian kolongnya
telah ditutup dengan dinding bata. Masjid ini terletak dekat dengan BRI Unit
Lempur dan hanya berjarak sekitar 200 meter dari jalan raya. Masjid ini
terletak di tepi jalan diantara permukiman penduduk. Dibelakang masjid terdapat
sebuah aliran sungai kecil yang dahulunya digunakan oleh warga sekitar untuk
mandi dan kegiatan sehari-hari.
#Bersambung..
Yoni Elviandri