Friday, March 21, 2014
Penelitian skripsi ini membuat saya semakin jatuh cinta pada kampung halaman Kerinci. Belajar sejarah perkembangannya membuka wawasan dan khazanah keilmuan yang semakin besar. Untuk itu saya pun melakukan banyak perjalanan mencari-tempat dan benda-benda peninggalan prasejarah masa lalu yang sebenarnya tidak berhubungan dengan penelitian hehe, tapi insyaAllah memperkaya diri dengan ilmu-ilmu baru. Untuk memulai tulisan2 perjalanan nya, kali ini saya tuliskan sedikit kilas sejarah suku Kerinci yang saya baca dalam bukunya pak Budhi Senarai Sejarah Kebudayaan Kerinci. Semoga bermanfaat.
Masa Pra sejarah menurut Prof. H.
Idris Jakfar, SH di Alam Kerinci (Seri Sejarah Kerinci I, hal. 69) dimulai
sejak permulaan adanya manusia sampai ditemukan adanya keterangan tertulis
tentang kehidupan “Kecik Wok Gedang Wok.
Manusia” tertua ini diperkirakan telah
ada di alam Kerinci sejak 35.000 SM. Akan
tetapi hasil penelitian yang dilakukan oleh Anthony J. Whitten (1973) di Goa
Tiangko yang berada di wilayah Kecamatan
Sungai Manau Kabupaten Merangin (wilayah ini dahulunya termasuk dalam wilayah
Kerinci rendah, pen) dari hasil temuan ini dipastikan manusia Kecik Wok Gedang
Wok telah ada di Alam Kerinci sejak
10.000 SM.
Penulis pada tahun 1986/1987 bersama peneliti sejarah dari Aucland DR. Barbara
Waltson Andaya telah mengunjungi situs purbakala yang ada di alam Kerinci
termasuk mendamipingi DR. Barbara Waltson Andaya melakukan penelitian Suku
Batin di wilayah Kecamatan Limun dan
Sarolangun. Terakhir pada Agustus 2011, penulis kembali melakukan perjalanan ke
pemukiman manusia purba di Goa Tiangko dan lokasi Taman Bumi (Geo Park) di sepanjang Sungai
Batang Merangin. Perjalanan menggunakan motor perahu tempek ukuran kecil
dimulai dari Desa Biuku Tanjung hingga ke Teluk Wang Kecamatan Bangko Barat Kabupaten Merangin.
Di wilayah Kerinci rendah
khususnya di Kabupaten Merangin
yang berada di lokasi kawasan, Kecamatan
Pangkalan Jambu, Kecamatan Sungai Manau, Kecamatan Bangko Barat, Muara Siau, Kecamatan Lembah
Masurai, Kecamatan Jangkat hingga
kawasan Lubuk Gaung, Nalo Tantan
dan Ngaol banyak ditemukan tinggalan
kebudayaan prasejarah yang nyaris hampir sama dengan tinggalan kebudayaan
zaman prasejarah yang berada di
kawasan Kerinci Tinggi (Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai
Penuh) Hasil penelitian peneliti dari luar negeri dan penelitian yang dilakukan
oleh Prof. H. Idris Jakfar, SH
mengungkapkan bahwa di kawasan Kerinci Rendah dan Kerinci Tinggi terdapat kawasan pemukiman manusia purba
“Kecik Wok Gedang Wok”. Umumnya lokasi gua gua tempat pemukiman manusia purba
itu berada daerah sulit dijangkau, lokasi banyak cerukan dan kondisi gua gua
batu itu merupakan batu Stalagnit dan Stalagtit.
Di
gua Tiangko misalnya terdapat puluhan pintu pintu
berupa gua gua bertingkat dan dipintu
masuk terdapat ruangan yang cukup besar, dibelakang gua terdapat celah
tempat
sinar matahari memasukkan cahayanya. Kondisi
gua dari luar terlihat tertutup, setelah
gua dimasuki diatas sebuah bukit kecil tampak suasana gua yang
menakjubkan, pengunjung
dapat memasuki lorong lorong gua yang berliku, dikedalaman gua kondisi
agak gelap karena cahaya sinar matahari tidak dapat menembus gua batu
Tiangko.
Pemerintah
Hindia Belanda dengan surat keputusan Gubernur Jenderal Hindia
Belanda Nomor 90 Tahun 1919 telah menetapkan gua gua yang berada di
kawasan
Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah
sebagai Cagar Alam Budaya. Goa goa yang dijadikan sebagai kawasan cagar
alam
budaya itu adalah Goa Tiangko, Goa Sengering, Goa Keruh, Goa Mesjid, Goa
Terentak, Goa Pancur, Goa Tali, Goa Senamat,Goa Putih,Goa Batu,Goa
Sungai
Batang. Goa goa lain yang diperkirakan
pernah menjadi kediaman manusia “Gedang Wok Kecik Wok” adalah Gua
Kasah,Gua
Kapeh,Gua Kelelawar,Gua Tiang Bungkuk, Gua Sengayau, Gua Batu Kuning,
sejumlah
gua gua di daerah Ex. Marga Serampas dan Ex. Marga Sungai Tenang, Muara
Siau dan di wilayah Lembah Masurai, wilayah ini dikenal sebagai
daerah yang
kaya dengan Flora dan Fauna yang dikonsumsi oleh Manusia Purba
”Gedang Wok
Kecik Wok”.
DR. Barbara Waltson Andaya
dalam diskusinya dengan penulis (1986/1987) mengemukan manusia purba
yang mendiami lembah alam Kerinci merupakan mayarakat nomaden yang
menggantungkan hidupnya pada hasil alam
dan hewan buruan, mereka hidup dalam
kelompok kelompok kecil, sebelum memilih
tinggal di dalam gua gua batu, manusia purba ini tinggal sementara di di dalam ceruk pangkal kayu yang besar/bane kayu
(Lubang kayu).
Sepintas
pola kehidupan manusia
purba penunggu lembah alam Kerinci
memiliki banyak kesamaan dengan pola kehidupan manusia suku pedalaman
Jambi/suku anak dalam yang hidup nomaden, meramu dan melakukan kegiatan
berburu, pendapat penulis
besar kemungkinan suku anak
dalam yang ada dalam kawasan Taman
Nasional Buki Dua Belas, Bukit 30 dan sebagian besar suku anak dalam di
wilayah Hitam Ulu, hingga Senamat, Pelepat dan Tebo di duga merupakan
sisa sisa
manusia purba di lembah alam Kerinci yang masih tersisa.karena terdesak
oleh
perkembangan zaman mereka mengasingkan diri ke hutan Belantara di
Pedalaman
Jambi yang saat itu sangat sulit untuk dijangkau. Kesamaan
yang terlihat jelas antara manusia purba dengan suku anak dalam
adalah hidup nomaden, dulu orang kubu juga tinggal di ”Bane kayu”,
kehidupan
mereka sama sama tergantung dari alam
dan hasil kegiatan berburu, suku kubu tradisional/tidak berpakaian
lengkap, dan pola hidup dan pola pengolahan untuk dikonsumsi masih
sangat
sederhana.
Sistim
kemasyarakatan dan pola
kehidupan mereka yang masih
sungguh sangat sederhana, maka para ilmuawan sepakat
bahwa manusia Kecik Wok Gedang
Wok adalah manusia pertama yang hidup pada zaman batu tua
(Paleolitikum). Manusia ”Kecik Wok Gedang Wok” telah mengenal api,
hasil
penelitian ahli sejarah pada sejumlah gua gua yang dilakukan
penelitian
terdapat bekas tempat unggun api, mereka membuat unggun api untuk
memanaskan ruangan gua pada malam hari.
Dari pengamatan penulis dilapangan dan
dan wawancara dengan budayawan
alam Kerinci Iskandar Zakaria (70 Tahun) 06 -
07 Agustus 2010 serta pendataan yang dilakukan bidang
sejarah dan kepurbakalaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi
Jambi, di sebutkan nenek moyang orang
suku Kerinci pada masa lalu menganut kepercayaan dinamisme dan animisme, mereka
sangat mempercayai kekuatan benda dan kekuataan roh. Benda benda itu mereka
yakini memiliki “Steih” semangat,
mereka sangat meyakini bahwa para nenek moyang yang telah meninggal dunia
rohnya tetap hidup dan abadi, roh roh ini mereka yakini masih hidup menetap
pada batu batu besar, pohon pohon besar,gunung, mereka sangat memuja
arwah/roh para leluhur, ketergantungan terhadap roh roh nenek moyang sangat mereka andalkan, mereka
memuja dan meminta perlindungan, keselamatan dan meminta rezeki kepada para roh
roh nenek moyang mereka, Dan sisa sisa peninggalan purba sampai saat ini masih dapat di lihat
di alam Kerinci, namun sisa sisa tersebut telah berubah dalam bentuk kebudayaan
yang dikemas untuk sebuah pertunjukkan seni.
SUMBER
: Buku “Sejarah
Kebudayaan Alam Kerinci”
PENULIS : Budhi Vrihaspathi Jauhari Rio Temenggung
Depati
Eka Putra, SH. M.PdI
Leo Candra, S.ST.Par, M.Si