Friday, January 31, 2014
7 Agustus 2013
3.00
Kami terbangun untuk
menyantap sahur, masih dengan menu yang sama walaupun tidak sesegar waktu
berbuka tadi. Aih, nikmati sekali. Merasakan jadi perantau yang melintasi dua
pulau minggu ini. Langit masih terlihat kelam. Pun juga dengan teksi air ini
yang berjalan pelan. Riak Mahakam masih bersenandung lirih, kubuka jendela
kapal perlahan, menikmati sentuhan lembut angin pagi yang semerbak mendamaikan.
Dikapal ini juga terdapat mushola di bagian belakangnya. Kubasuh muka,
mengahdap tuhan sang pencipta. Lirih dalam do’a, kusampaikan salam teruntuk
keluarga tercinta di kampung halaman. Besok tepat Idul Fitri, dan tahun ini
masih belum berkesempatan untuk kembali pulang. Suara adzan samar-samar
terdengar. Perih , menyayat hati.
7.30
Duduk di luar dek,
menikmati angin pagi Mahakam. Kapal tongkang terlihat banyak berlayar, pelan,
membawa batu bara menuju Selat Makassar, melintasi laut Jawa atau bahkan
melintasi Samudera.
Semilir angin pagi ini
syahdu sekali, rumah-rumah terapung kian banyak terlihat. Memasuki wilayah
Tenggarong, beberapa kali kapal berhenti, naik dan menurunkan penumpangnya.
Banyak yang mandi di sungai, berenang, memancing ikan, inilah kehidupan di
pinggiran Mahakam.Disaat seperti ini, pujangga mana yang tak betah untuk tidak
menulis berlama-lama. Sajak demi sajak pun tercipta. Bait demi bait kata pun
terangkai.
11.30
Tak lama berselang,
hujan pun membasahi Mahakam. Samarinda telah nampak dari kejauhan. Dan kami pun
sampai di Dermaga Samarinda. Aih, selamat tinggal Mahakam. Akan ada banyak
cerita yang akan ku kenang.
Diguyur hujan, kami
segera menuju mesjid Islamic Center. Perjalanan yang letih ini pun terbayar
dengan kemegahan mesjid ini. Halaman yang luas, sedang dipersiapkan untuk
shalat ied pagi besok, mungkin jika kami tidak pulang kemarin, besok kami masih
berada di teksi air, mendengar takbir disana. “Oh, untung sudah pulang”, kata Randi.
Di depan masjid ini,
Mahakam terlihat begitu gagah dengan anginnya yang begitu dahsyat. Mungkin
inilah sebabnya Samarinda disebut kota tepian.
Setelah shalat, kami
bergegas pulang ke Balikpapan. Ingin rasanya berlama-lama disini, menentramkan
hati, tetapi besok Idul Fitri, itu pertanda kami harus segera pulang.
7 agustus 2013
Berlebaran lah kami disini. di bawah sinar langit Balikpapa.
Dan tepat tanggal 10 Agustus
2013, kami meninggalkan Manggar, meninggalkan Balikpapan. Kota yang ramah bagi
pendatang, ini juga kota satu-satunya yang sangat aman bagi pejalan kaki
menurut saya. Disetiap jalan raya selalu ada gerbang penyeberangan dimana
setiap yang menyebrang disana dilindungi undang-undang, Keren. Diantar oleh Mba
elis, om dan Nola, menuju Bandara Sepinggan. Ingin rasanya berlama-lama. Namun
masih banyak pekerjaan lain yang harus dilakukan. Selamat tinggal mahakam,
selamat tinggal Borneo, suatu hari nanti kami akan datang kembali.
Terimakasih untuk rekan
seperjalanan Randi, Mba elis dan keluarga, serta team kece lainnya Putri dan
Jaka.